mesin pencari

KOmpOS (by isroi 0. 2008. KOMPOS. isroi.Makalah. Balai PenelitianBioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor.

Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak
lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat
secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam
kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik
(Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003). Sedangkan
pengomposan adalah proses dimana bahan organik
mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh
mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber
energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami
tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini
meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang
cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan.
Sampah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan anorganik.
Rata-rata persentase bahan organik sampah
mencapai ±80%, sehingga pengomposan merupakan alternatif penanganan
yang sesuai.
1. Pendahuluan
Secara alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di
alam dengan bantuan mikroba maupun biota tanah lainnya. Namun
proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama dan
lambat. Untuk mempercepat proses pengomposan ini telah banyak
dikembangkan teknologi-teknologi pengomposan. Baik pengomposan
dengan teknologi sederhana, sedang, maupun teknologi tinggi. Pada
prinsipnya pengembangan teknologi pengomposan didasarkan pada
proses penguraian bahan organic yang terjadi secara alami. Proses
penguraian dioptimalkan sedemikian rupa sehingga pengomposan dapat
berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi pengomposan saat
ini menjadi sangat penting artinya terutama untuk mengatasi
permasalahan limbah organic, seperti untuk mengatasi masalah sampah
di kota-kota besar, limbah organik industry, serta limbah pertanian
dan perkebunan.
Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara
aerobik maupun anaerobik, dengan atau tanpa aktivator
pengomposan. Aktivator pengomposan yang sudah banyak beredar antara
lain PROMI (Promoting Microbes), OrgaDec, SuperDec, ActiComp,
BioPos, EM4, Green Phoskko Organic Decomposer dan SUPERFARM
(Effective Microorganism)atau menggunakan cacing guna mendapatkan
kompos (vermicompost). Setiap aktivator memiliki keunggulan
sendiri-sendiri.
Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah
dan murah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses
yang terlalu sulit. Dekomposisi bahan dilakukan oleh mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri
dengan bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara anaerobik
memanfaatkan mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara dalam
mendegradasi bahan organik.
Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat
dibutuhkan untuk kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia,
sebagai upaya untuk memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah, sehingga
produksi tanaman menjadi lebih tinggi.
Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah dapat digunakan
untuk menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan kembali tanah
pertanian, menggemburkan kembali tanah petamanan, sebagai bahan
penutup sampah di TPA, eklamasi pantai pasca penambangan, dan
sebagai media tanaman, serta mengurangi penggunaan pupuk kimia.
Bahan baku pengomposan adalah semua material organik yang
mengandung karbon dan nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah
hijauan, sampah kota, lumpur cair dan limbah industri pertanian. Berikut disajikan bahan-bahan yangumum dijadikan bahan baku pengomposan.
Asal |Bahan
1. Pertanian |
Limbah dan residu tanaman |Jerami dan sekam padi, gulma, batang dan
tongkol jagung, semua bagian vegetatif tanaman, batang pisang dan
sabut kelapa
Limbah & residu ternak |Kotoran padat, limbah ternak cair,
limbah pakan ternak, cairan biogas
Tanaman air |Azola, ganggang biru, enceng gondok, gulma air
2. Industri |
Limbah padat |Serbuk gergaji kayu, blotong, kertas, ampas tebu,
limbah kelapa sawit, limbah pengalengan makanan dan pemotongan
hewan
Limbah cair |Alkohol, limbah pengolahan kertas, ajinomoto, limbah
pengolahan minyak kelapa sawit
3. Limbah rumah tangga |
Sampah |Tinja, urin, sampah rumah tangga dan sampah kota
2. Manfaat Kompos

Kompos ibarat multi-vitamin untuk tanah pertanian. Kompos akan
meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat
Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan
bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk
mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang
bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos.
Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara
dari tanah dan menghasilkan senyawa yang dapat merangsang
pertumbuhan tanaman. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat
membantu tanaman menghadapi serangan penyakit.
Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik
kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia,
misal: hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar,
dan lebih enak.

Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa
aspek:
Aspek Ekonomi :
1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
2. Mengurangi volume/ukuran limbah
3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan
asalnya
Aspek Lingkungan :
1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah
2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
Aspek bagi tanah/tanaman:
1. Meningkatkan kesuburan tanah
2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
3. Meningkatkan kapasitas jerap air tanah
4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah
panen)
6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah
3. Dasar-dasar Pengomposan
3. 1. Bahan-bahan yang Dapat Dikomposkan
Pada dasarnya semua bahan-bahan organik padat dapat dikomposkan,
misalnya: limbah organik rumah tangga, sampah-sampah organik
pasar/kota, kertas, kotoran/limbah peternakan, limbah-limbah
pertaniah, limbah-limbah agroindustri, limbah pabrik kertas, limbah
pabrik gula, limbah pabrik kelapa sawit, dll. Bahan organik yang
sulit untuk dikomposkan antara lain: tulang, tanduk, dan
rambut.
3. 2. Proses Pengomposan
Proses pengomposan akan segera berlansung setelah bahan-bahan
mentah dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi
menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama
tahap-tahap awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah
terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu
tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian pula akan
diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di
atas 50o - 70o C. Suhu akan tetap tinggi
selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah
mikroba Termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada
saat ini terjadi dekmposisi/penguraian bahan organik yang sangat
aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen
akan menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan
panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan
berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi
pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat
humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume
maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30 - 40% dari
volume/bobot awal bahan.
Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan
oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen). Proses yang dijelaskan
sebelumnya adalah proses aerobik, dimana mikroba menggunakan
oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi
dapat juga terjadi tanpa menggunakan oksigen yang disebut proses
anaerobik. Namun, proses ini tidak diinginkan selama proses
pengomposan karena akan dihasilkan bau yang tidak sedap. Proses
aerobik akan menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tidak sedap,
seperti: asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, asam
valerat, puttrecine), amonia, dan H2S.
Tabel organisme yang terlibat dalam proses pengomposan
Kelompok Organisme |
Organisme | Jumlah/gr kompos
Mikroflora | Bakteri; Aktinomicetes; Kapang | 109 -
109; 105 108; 104 -
106
Mikrofanuna | Protozoa | 104 - 105
Makroflora | Jamur tingkat tinggi |
Makrofauna | Cacing tanah, rayap, semut, kutu, dll |
Proses pengomposan tergantung pada :
1. Karakteristik bahan yang dikomposkan
2. Aktivator pengomposan yang dipergunakan
3. Metode pengomposan yang dilakukan
3. 3. Faktor yang mempengaruhi proses
Pengomposan

Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi
lingkungan dan bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai,
maka dekomposer tersebut akan bekerja giat untuk mendekomposisi
limbah padat organik. Apabila kondisinya kurang sesuai atau tidak
sesuai, maka organisme tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain,
atau bahkan mati. Menciptakan kondisi yang optimum untuk proses
pengomposan sangat menentukan keberhasilan proses pengomposan itu
sendiri.

Faktor-faktor yang memperngaruhi proses pengomposan antara
lain:

Rasio C/N Rasio C/N yang efektif untuk proses
pengomposan berkisar antara 30: 1 hingga 40:1. Mikroba memecah
senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis
protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan
cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio
C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis
protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.

Ukuran Partikel Aktivitas mikroba berada
diantara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas
akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses
dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga
menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk
meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil
ukuran partikel bahan tersebut.

Aerasi Pengomposan yang cepat dapat terjadi
dalam kondisi yang cukup oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan
terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara
hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan
kompos. Aerasi ditentukan oleh posiritas dan kandungan air
bahan(kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi
proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi
dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan
udara di dalam tumpukan kompos.

Porositas Porositas adalah ruang diantara
partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan
mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga
ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay Oksigen
untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka
pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan
terganggu.

Kelembaban (Moisture content) Kelembaban
memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme
mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen.
Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan
organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40 - 60 % adalah
kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di
bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan
lebih rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih
besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang,
akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi
fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.

Temperatur/suhu Panas dihasilkan dari aktivitas
mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan
konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak
konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi.
Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos.
Temperatur yang berkisar antara 30 - 60oC menunjukkan aktivitas
pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60oC akan
membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang
akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh
mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma.

pH Proses pengomposan dapat terjadi pada
kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan
berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran ternak umumnya berkisar
antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan
perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai
contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan
menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia
dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH
pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang
biasanya mendekati netral.

Kandungan Hara Kandungan P dan K juga penting
dalam proses pengomposan dan bisanya terdapat di dalam
kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh
mikroba selama proses pengomposan.

Kandungan Bahan Berbahaya Beberapa bahan
organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi
kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr
adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat
akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.

Lama pengomposan Lama waktu pengomposan
tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposakan, metode
pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan
aktivator pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung
dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun hingga kompos
benar-benar matang.

Tabel Kondisi yang optimal untuk mempercepat proses pengomposan
(Ryak, 1992)
Kondisi | Konsisi
yang bisa diterima | Ideal
Rasio C/N | 20:1 s/d 40:1 | 25-35:1
Kelembaban | 40 - 65 % | 45 - 62 % berat
Konsentrasi oksigen tersedia | > 5% | > 10%
ukuran partikel | 1 inchi | bervariasi
Bulk Density | 1000 lbs/cu yd | 1000 lbs/cu yd
pH | 5.5 - 9.0 | 6.5 - 8.0
Suhu | 43 - 66oC | 54 -60oC
4. Strategi Mempercepat Proses Pengomposan

Pengomposan dapat dipercepat dengan beberapa strategi. Secara
umum strategi untuk mempercepat proses pengomposan dapat
dikelompokan menjadi tiga, yaitu:


1. Menanipulasi kondisi/faktor-faktor yang berpengaruh pada proses
pengomposan.

2. Menambahkan Organisme yang dapat mempercepat proses
pengomposan: mikroba pendegradasi bahan organik dan vermikompos
(cacing).

3. Mengambungkan strategi pertama dan kedua.


4. 1. Memanipulasi Kondisi Pengomposan

Strtegi ini banyak dilakukan di awal-awal berkembangnya
teknologi pengomposan. Kondisi atau faktor-faktor pengomposan
dibuat seoptimum mungkin. Sebagai contoh, rasio C/N yang optimum
adalah 25-35:1. Untuk membuat kondisi ini bahan-bahan yang
mengandung rasio C/N tinggi dicampur dengan bahan yang mengandung
rasio C/N rendah, seperti kotoran ternak. Ukuran bahan yang
besar-besar dicacah sehingga ukurannya cukup kecil dan ideal untuk
proses pengomposan. Bahan yang terlalu kering diberi tambahan air
atau bahan yang terlalu basah dikeringkan terlebih dahulu sebelum
proses pengomposan. Demikian pula untuk faktor-faktor lainnya.

4. 2. Menggunakan Aktivator Pengomposan

Strategi yang lebih maju adalah dengan memanfaatkan organisme
yang dapat mempercepat proses pengomposan. Organisme yang sudah
banyak dimanfaatkan misalnya cacing tanah. Proses pengomposannya
disebut vermikompos dan kompos yang dihasilkan dikenal dengan
sebutan kascing. Organisme lain yang banyak dipergunakan adalah
mikroba, baik bakeri, aktinomicetes, maupuan kapang/cendawan. Saat
ini dipasaran banyak sekali beredar aktivator-aktivator
pengomposan, misalnya : Promi, OrgaDec, SuperDec, ActiComp, EM4,
Stardec, Starbio, BioPos, dan lain-lain.

Promi, OrgaDec, SuperDec, dan ActiComp adalah hasil penelitian
Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI) dan saat
ini telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Aktivator
pengomposan ini menggunakan mikroba-mikroba terpilih yang memiliki
kemampuan tinggi dalam mendegradasi limbah-limbah padat organik,
yaitu: Trichoderma pseudokoningii, Cytopaga sp, Trichoderma
harzianum, Pholyota sp, Agraily sp dan FPP (fungi pelapuk putih).
Mikroba ini bekerja aktif pada suhu tinggi (termofilik). Aktivator
yang dikembangkan oleh BPBPi tidak memerlukan tambahan bahan-bahan
lain dan tanpa pengadukan secara berkala. Namun, kompos perlu
ditutup/sungkup untuk mempertahankan suhu dan kelembaban agar
proses pengomposan berjalan optimal dan cepat. Pengomposan dapat
dipercepat hingga 2 minggu untuk bahan-bahan lunak/mudah
dikomposakan hingga 2 bulan untuk bahan-bahan keras/sulit
dikomposkan.
4. 3. Memanipulasi Kondisi dan Menambahkan Aktivator
Pengomposan
Strategi proses pengomposan yang saat ini banyak dikembangkan
adalah mengabungkan dua strategi di atas. Kondisi pengomposan
dibuat seoptimal mungkin dengan menambahkan aktivator
pengomposan.
4. 4. Pertimbangan untuk menentukan strategi
pengomposan
Seringkali tidak dapat menerapkan seluruh strategi pengomposan
di atas dalam waktu yang bersamaan. Ada beberapa pertimbangan yang
dapat digunakan untuk menentukan strategi pengomposan:
1. Karakteristik bahan yang akan dikomposkan.
2. Waktu yang tersedia untuk pembuatan kompos.
3. Biaya yang diperlukan dan hasil yang dapat dicapai.
4. Tingkat kesulitan pembuatan kompos
5. Pengomposan secara aerobik
5. 1. Peralatan
Peralatan yang dibutuhkan dalam pengomposan secara aerobik
terdiri dari peralatan untuk penanganan bahan dan peralatan
perlindungan keselamatan dan kesehatan bagi pekerja. Berikut
disajikan peralatan yang digunakan.
1. Terowongan udara (Saluran Udara)
* Digunakan sebagai dasar tumpukan dan saluran udara
* Terbuat dari bambu dan rangka penguat dari kayu
* Dimensi : panjang 2m, lebar ¼ - ½ m, tinggi ½ m
* Sudut : 45o
* Dapat dipakai menahan bahan 2 - 3 ton
2. Sekop
* Alat bantu dalam pengayakan dan tugas-tugas lainnya
3. Garpu/cangkrang
* Digunakan untuk membantu proses pembalikan tumpukan bahan dan
pemilahan sampah
4. Saringan/ayakan
* Digunakan untuk mengayak kompos yang sudah matang agar
diperoleh ukuran yang sesuai
* Ukuran lubang saringan disesuaikan dengan ukuran kompos yang
diinginkan
* Saringan bisa berbentuk papan saring yang dimiringkan atau
saringan putar
5. Termometer
* Digunakan untuk mengukur suhu tumpukan
* Pada bagian ujungnya dipasang tali untuk mengulur termometer ke
bagian dalam tumpukan dan menariknya kembali dengan cepat
* Sebaiknya digunakan termometer
alkohol (bukan air raksa) agar tidak
mencemari kompos jika termometer pecah
6. Timbangan
* Digunakan untuk mengukur kompos yang akan dikemas sesuai berat
yang diinginkan
* Jenis timbangan dapat disesuaikan dengan kebutuhan penimbangan
dan pengemasan
7. Sepatu boot
* Digunakan oleh pekerja untuk melindungi kaki selama bekerja
agar terhindar dari bahan-bahan berbahaya
8. Sarung tangan
* Digunakan oleh pekerja untuk melindungi tangan selama melakukan
pemilahan bahan dan untuk kegiatan lain yang memerlukan
perlindungan tangan
9. Masker
* Digunakan oleh pekerja untuk melindungi pernafasan dari debu
dan gas bahan terbang lainnya
Pengomposan dapat juga menggunakan alat mesin yang berfungsi
dalam memberi asupan oksigen serta membalik bahan secara praktis.
Komposter Rotary Klin berkapasitas 1 ton bahan sampah mengelola
proses membalik bahan dan mengontrol aerasi dengan cara mengayuh
pedal serta memutar aerator ( exhaust fan). Penggunaan komposter
BioPhoskko disertai aktivator kompos yang tepat akan meningkatkan
kerja penguraian bahan (dekomposisi) oleh jasad renik menjadi 5
sampai 7 hari saja.
5. 2. Tahapan pengomposan
1. Pemilahan Sampah
* Pada tahap ini dilakukan pemisahan sampah organik dari sampah
anorganik (barang lapak dan barang berbahaya). Pemilahan harus
dilakukan dengan teliti karena akan menentukan kelancaran proses
dan mutu kompos yang dihasilkan
2. Pengecil Ukuran
* Pengecil ukuran dilakukan untuk memperluas permukaan sampah,
sehingga sampah dapat dengan mudah dan cepat didekomposisi menjadi
kompos
3. Penyusunan Tumpukan
* Bahan organik yang telah melewati tahap pemilahan dan pengecil
ukuran kemudian disusun menjadi tumpukan.
* Desain penumpukan yang biasa digunakan adalah desain memanjang
dengan dimensi panjang x lebar x tinggi = 2m x 12m x 1,75m.
* Pada tiap tumpukan dapat diberi terowongan bambu (windrow) yang
berfungsi mengalirkan udara di dalam
tumpukan.
4. Pembalikan
* Pembalikan dilakuan untuk membuang panas yang berlebihan,
memasukkan udara segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan proses
pelapukan di setiap bagian tumpukan, meratakan pemberian air, serta
membantu penghancuran bahan menjadi partikel kecil-kecil.
5. Penyiraman
* Pembalikan dilakukan terhadap bahan baku dan tumpukan yang
terlalu kering (kelembaban kurang dari 50%).
* Secara manual perlu tidaknya penyiraman dapat dilakukan dengan
memeras segenggam bahan dari bagian dalam tumpukan.
* Apabila pada saat digenggam kemudian diperas tidak keluar air,
maka tumpukan sampah harus ditambahkan air. sedangkan jika sebelum
diperas sudah keluar air, maka tumpukan terlalu basah oleh karena
itu perlu dilakukan pembalikan.
6. Pematangan
* Setelah pengomposan berjalan 30 - 40 hari, suhu tumpukan akan
semakin menurun hingga mendekati suhu ruangan.
* Pada saat itu tumpukan telah lapuk, berwarna coklat tua atau
kehitaman. Kompos masuk pada tahap pematangan selama 14 hari.
7. Penyaringan
* Penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel kompos
sesuai dengan kebutuhan serta untuk memisahkan bahan-bahan yang
tidak dapat dikomposkan yang lolos dari proses pemilahan di awal
proses.
* Bahan yang belum terkomposkan dikembalikan ke dalam tumpukan
yang baru, sedangkan bahan yang tidak terkomposkan dibuang sebagai
residu.
8. Pengemasan dan Penyimpanan
* Kompos yang telah disaring dikemas dalam kantung sesuai dengan
kebutuhan pemasaran.
* Kompos yang telah dikemas disimpan dalam gudang yang aman dan
terlindung dari kemungkinan tumbuhnya jamur dan tercemari oleh
bibit jamur dan benih gulma dan benih lain
yang tidak diinginkan yang mungkin terbawa oleh angin.
6. Kontrol proses produksi kompos
1. Proses pengomposan membutuhkan pengendalian agar memperoleh
hasil yang baik.
2. Kondisi ideal bagi proses pengomposan berupa keadaan lingkungan
atau habitat dimana jasad renik (mikroorganisme) dapat hidup dan
berkembang biak dengan optimal.
3. Jasad renik membutuhkan air, udara (O2), dan makanan berupa
bahan organik dari sampah untuk menghasilkan energi dan
tumbuh.
6. 1. Proses pengontrolan
Proses pengontrolan yang harus dilakukan terhadap tumpukan
sampah adalah:
1. Monitoring Temperatur Tumpukan
2. Monitoring Kelembaban
3. Monitoring Oksigen
4. Monitoring Kecukupan C/N Ratio
5. Monitoring Volume
. Mutu kompos
1. Kompos yang bermutu adalah kompos yang telah terdekomposisi
dengan sempurna serta tidak menimbulkan efek-efek merugikan bagi
pertumbuhan tanaman.
2. Penggunaan kompos yang belum matang akan menyebabkan terjadinya
persaingan bahan nutrien antara tanaman dengan mikroorganisme tanah
yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan tanaman
3. Kompos yang baik memiliki beberapa ciri sebagai berikut :
* Berwarna coklat tua hingga hitam mirip dengan warna tanah,
* Tidak larut dalam air, meski sebagian kompos dapat membentuk
suspensi,
* Nisbah C/N sebesar 10 - 20, tergantung dari bahan baku dan
derajat humifikasinya,
* Berefek baik jika diaplikasikan pada tanah,
* Suhunya kurang lebih sama dengan suhu lingkungan, dan
* Tidak berbau.
8. Literatur
0. 2008. KOMPOS. isroi.Makalah. Balai Penelitian
Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor.