mesin pencari

Pembuatan kompos dari tandan kosong kelapa sawit

Oleh : Ir. H.M Walid - PT. Liandanis Medan

Tulisan ini disusun dalam rangka mendukung upaya pemerintah dalam menciptakan program “Air Bersih” dan “Langit Biru”. Tulisan ini mengacu pada hasil dari International Oil Palm Conference tgl. 8 s/d 12 Juli 2002 yang dilakukan di Hotel Sheraton Nusa Indah – Bali dan Percobaan Pusat Penelitian Kelapa Sawit tentang Pembuatan Kompos dari Tandan Kosong di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Mini Aek Pancur milik PPKS di Sumatera Utara maka tidak diragukan lagi untuk menerapkan pembuatan kompos dalam skala besar di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) sekaligus mengatasi problema pengendalian limbah padat dan cair yang meresahkan penduduk yang berada disekitar pabrik.

Rencana tersebut diatas diperkenalkan menjadi PKS “Tanpa Limbah” dimana limbah padat dan limbah cair dapat diolah menjadi komoditi yang menarik berupa kompos organik dan pelaksanaannya memerlukan peralatan / mesin-mesin yang mendukung kemudahan pembuatan kompos antara lain ialah Mesin Pencacah Janjangan Kosong, Mesin Pembalik Kompos (Turning Machine) dan Mesin Pemisah Minyak dengan limbah model mutakhir (Decanter) yang bekerja memisahkan minyak dari hasil pemerasan buah sawit yang sudah direbus tanpa penambahan air pengencer.

Luas lahan yang diperlukan untuk pemeraman kompos kurang lebih 3 - 4 Ha dan apabila tidak ada lahan kosong disekitar pabrik dapat dilakukan dibawah pohon sawit dewasa ialah gawang - mati yang mempunyai ketinggian lewat 3 m.

Tulisan ini menyajikan uraian singkat tentang kapasitas produksi kompos, biaya investasi dan perkiraan nilai tambah yang dihasilkan dari PKS dan telah berhasil dilaksanakan pertama kali dalam skala besar di PKS Kuamang PT. Tasmapuja Riau April 2005.

JENIS LIMBAH PKS DAN PENGENDALIANNYA.

Munculnya pabrik – pabrik kelapa sawit diiringi dengan hasil limbah yang jumlahnya besar dimana limbah dari PKS pada garis besarnya berupa limbah padat dan limbah cair.

Limbah Padat : berupa Tandan Kosong (Tankos)

Penanganan limbah padat dari PKS selama ini beragam, antara lain :

- Tan Kos dibakar di tungku Pembakaran / Incinerator tetapi sekarang tidak populer lagi karena menimbulkan polusi udara.

- Tan Kos untuk Mulching (serasah) ke tanaman sawit tetapi dalam pelaksanaanya dilapangan ternyata tidak berjalan dengan baik, dimana janjang kosong hanya pindah tempat dari pabrik ke tepi jalan dan apabila terbakar tidak dapat dipadamkan dan menimbulkan permasalahan baru berupa asap.

- Tan Kos dicincang, dipres dan dijadikan bahan bakar ketel tetapi kebutuhan bahan bakar Ketel Uap di pabrik sawit sudah mencukupi menggunakan serabut / fibre dan cangkang sehingga tidak perlu adanya tambahan Tan Kos terkecuali untuk PKS terpadu dengan industri lain misalnya pabrik minyak makan dan lain-lain yang memerlukan tambahan tenaga listrik.

Limbah Cair PKS (berasal dari Kondensat Rebusan dan Limbah Cair dari Stasiun pengutipan Minyak)

Pengendalian limbah cair yang dilakukan di PKS antara lain sebagai berikut :

- Limbah Cair diperam dalam kolam – kolam pemeraman Anaerobic (pemeraman tanpa adanya peranan O2) sampai kadar ambang batas BOD (Biological Oxigen Demand) menurun untuk selanjutnya dilepas ke alam bebas tetapi masih mengundang permasalahan dengan penduduk yang ada disekitar pabrik karena bau yang tidak sedap oleh timbulnya gas Methan (CH4) dan H2S atau ada kalanya kolam bocor.

- Limbah Cair untuk pemupukan tanaman sawit (Land Application), dimana limbah cair diperam sampai ambang batas BOD menurun pada kadar tertentu (5000 – 3000) kemudian dipompa ke tanaman sawit. Berarti diperlukan jaringan pipa tetapi di musim hujan limbahnya melimpah kemana-mana.

Pengendalian limbah padat dan cair yang menarik ialah untuk pembuatan kompos organik dengan bahan baku janjang kosong yang dicincang dan dicampur dengan limbah cair.

Jumlah limbah cair menurut pengamatan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS Medan / RISPA) jumlahnya berkisar 0,7 x TBS yang diolah. Limbah padat PKS berupa janjangan kosong dengan jumlah berkisar 23 – 25% dari Tandan Buah Segar.

Akhir-akhir ini telah berkembang peralatan - peralatan baru yang bertujuan untuk mengurangi sebanyak mungkin hasil limbah cair PKS dan mengarahkan sebagian besar limbahnya menjadi kompos dalam skala besar dengan nilai komersil yang menarik, peralatan tersebut sebagai berikut :

- Mesin pencacah Janjangan Kosong (Empty Buch Crushing Machine)

- Mesin pembalik (Turning Machine)

- Mesin / peralatan pemisah minyak yang mampu beroperasi dengan tanpa penambahan air pengencer sehingga limbah cair menjadi sangat berkurang menghasilkan minyak sawit dan bubur limbah (slurry).

PRINSIP PENGOMPOSAN.

Teknologi pembuatan Kompos Organik sebenarnya sudah dikenal sejak dahulu kala tetapi dalam skala kecil. Dalam skala besar dimana Tan Kos ditumpuk dan dibiarkan sampai membusuk tidak akan menjadi kompos organik yang bermutu karena nilai C/N masih tinggi. Pengomposan adalah penurunan rasio atau perbandingan antara karbohidrat dan nitrogen dengan singkatan nilai C/N. Bahan organik yang berasal dari tanaman atau hewan / kotoran hewan yang masih segar mempunyai nilai C/N yang tinggi antara 50 – 400 (kayu yang tua).

Bahan oprganik dapat diserap tanah adalah mempunyai C/N yang sama dengan tanah ialah sekitar 10 – 12 oleh karena itu limbah sawit (cair dan padat) yang mempunyai nilai C/N tinggi harus diturunkan.

Dalam proses pengomposan terjadi perubahan sebagai berikut :

a. Karbohidrat, Selosa, Hemiselulosa, lemak, lilin menjadi CO2 dan air.

b. Zat putih telur menjadi Amonia, CO2 dan air.

Proses pengomposan yang akan diterapkan ialah proses Aerobic dalam keadaan adanya O2 bukan proses Anaerobic dalam keadaan tanpa O2 seperti halnya dikolam limbah yang banyak diterapkan di PKS.

Dalam pembuatan kompos organik proses Aerobic akan menghasilkan CO2, air dan panas, maka yang perlu dijaga ialah kelembaban sekitar 40 – 60% agar micro organisme dapat bekerja secara optimal dengan suhu optimal 30 – 50°C (hangat), oleh karena itu tumpukan kompos perlu dibalik (1 sampai 5 kali seminggu).

Dalam proses pengomposan bekerja bakteri, fungi, actinomycetes dan protozoa dan dapat dipercepat dengan aktivator antara lain EM4, Orga Dec, Stardec, Fix Up Plus, Harmony dan Mikrorganisme.

Mikroorganisme akan lebih aktif apabila PH berada antara 6,5 – 7,5 oleh karena itu dalam proses pengomposan sering ditambahkan kapur atau abu maka perlu tumpukan kompos dibalik.

Kompos adalah bahan organik yang mengalami degradasi / penguraian sehingga berubah bentuk secara biologi dalam suhu tinggi dan setelah selesai terjadilah nilai C/N yang sama dengan tanah 10 – 12, sehingga dapat diserap oleh tanaman.

CARA PEMBUATAN KOMPOS ORGANIK SKALA BESAR.

Bahan kompos organik berupa cacahan Tan Kos ditambah limbah cair dari PKS.

PKS kapasitas 30 T. TBS/Jam akan menghasilkan tandan kosong sebanyak 23% x 30 T. TBS/Jam x 20 Jam operasi sehari = 23% x 30 x 20 = 138 Ton Janjangan Kosong.

Slurry / bubur Limbah dari minyak mentah Non Deluted Decanter menghasilkan Raw Oil dan bubur limbah / slurry bukan solid sebanyak 6,9 T/Jam x 20 Jam sehari = 6,9 x 20 = 138 Ton slurry / hari dan slurry tersebut yang akan dicampur kecacahan Tandan Kosong untuk diperam menjadi Kompos Organik.

Jumlah bahan kompos = 138 T + 138 T = 276 Ton / Hari.

Proses pencacahan dan pencampuran limbah cair.

Cacahan Janjangan Kosong yang keluar dari Mesin Pencacah disalurkan ke saluran (Conveyor) dimana slurry yang keluar dari Decanter jatuh ke saluran / Conveyor yang sama sehingga teraduk bercampur menjadi satu secara merata. Campuran cacahan Janjangan Kosong dan slurry yang terkumpul di lantai beton selanjutnya disekop dengan Loader dimuat ke Dump Truck diangkut ke lapangan pemeraman kompos.

Proses Pemeraman.

Campuran Cacahan Janjangan Kosong dan Bubur Limbah (Slurry) digelar dilapangan terbuka dalam barisan berukuran 2,5 tinggi 1,5m panjang 50 m. barisan kompos ditutup dengan plastik oleh mesin Pembalik (Turning Machine) yang dilengkapi dengan rol penggulung plastik.

Pengadukan Kompos dan Pematangan Kompos.

Apabila suhu kompos naik sampai lewat 60°C maka diaduk oleh mesin pembalik sambil disemprot dengan limbah Condensat Rebusan. Kegiatan membuka plastik, mengaduk, menyemprot, menutup kembali dengan plastik dilakukan 1 – 2 kali seminggu. Kompos akan matang setelah diproses selama 50 hari tanpa tambahan additive (Aktivator untuk mempercepat pembusukan yang banyak beredar dipasaran yaitu : Stardex, EM4 dan lain - lain).

Penggudangan dan Pengepakan Kompos.

Kompos yang sudah masak di muat ke Dump Truck oleh Loader dan digudangkan dalam bangunan berlantai beton, beratap seng, dinding setengah terbuka berukuran lebar 8 m panjang 80 m.

Di dalam gudang tersebut dilakukan pengayakkan dengan saringan pasir dan digonikan untuk selanjutnya dipasarkan.

Luas Lapangan Pemeraman.

Lapangan pemeraman kompos akan memerlukan luas 3 – 4 Ha. Berisi 115 jalur kompos ukuran lebar 2,5 tinggi 1,5 m panjang 80 m. Apabila disekitar pabrik tidak ada lapangan kosong, maka pemeraman dapat dilakukan dibawah pohon sawit dewasa tanpa penumbangan. Penimbunan kompos tersebut ditempatkan pada gawangan mati. Satu hektar (Ha) tanaman sawit dewasa dapat diisi 9 jalur kompos di gawangan mati. Luas tanaman sawit dewasa untuk ditempati jalur kompos dengan siklus pemeraman 50 Hari = 22 - 25 Ha.

Urutan Kegiatan dilapangan sebagai berikut :

Kegiatan Minggu Pertama (Ke – 1)

Hasil bahan kompos dari cincangan janjangan kosong + slurry diletakkan pada areal pengomposan yang terbagi dalam beberapa Blok A s/d S dan setiap blok mempunyai jalur bervariasi dan rata-rata ada 5 Jalur.

Setelah salah satu jalur sudah terisi oleh bahan kompos, maka dilaksanakan penutupan dengan plastik (mulai pemeraman) dan sebelum ditutup plastik bahan kompos terlebih dahulu disiram dengan air limbah kondensat rebusan untuk mempertahankan bahan kompos tetap basah selama masa pemeraman dan suhu bahan kompos lebih terjaga dalam keadaan stabil ialah 40 – 50°C, (pencatatan suhu bahan kompos tetap dilakukan).

Kegiatan Miggu Ke 2 s/d Minggu ke 6.

Minggu ke 2 (mulai hari ke 7) bahan kompos yang sudah diperam selama 6 hari dan suhu naik sampai 60°C maka dilaksanakan pembalikan dan penyiraman dengan air limbah kondensat rebusan dan ditutup kembali (pencatatan tetap dilakukan).

Kegiatan yang sama seperti tersebut diatas dilakukan berdasarkan pencatatan suhu bahan kompos setiap harinya dan yang sudah lebih 60°C dilaksanakan pembalikan (setiap pembalikan dilakukan juga penyiraman dengan kondensat rebusan) dan dilaksanakan selama 5 minggu (Minggu ke 2 s/d Minggu ke 6).

Sebelum dilaksanakan pembalikan terlebih dahulu jalur jalur yang akan dibalik dibuka plastiknya dengan menggunakan mesin pembalik (Turning Machine), penyiraman disesuaikan dengan kondisi kelembaban bahan kompos.

Minggu Ke 7 s/d Minggu ke 8.

Bahan kompos yang sudah mengalami pemeraman selama 6 minggu, maka pada minggu ke 7 s/d minggu ke 8 ialah masa pengeringan bahan kompos (menjadi seperti tanah), dimana pencatatan suhu terus dilakukan dan apabila suhu lebih 60°C segera dilakukan pembalikan tanpa penyiraman. Untuk mempercepat pengeringan dan penyempurnaan bentuk bahan kompos maka pembalikan dilakukan (4-7) kali seminggu dan semakin sering semakin baik.

Catatan : Pada masa pengeringan dan pembentukan bahan kompos akan terjadi penyesuaian PH dari 8 – 9 menjadi PH 6 – 7,5 pembentukan warna menjadi hitam kecoklat-coklatan.

Jumlah Kompos Yang Dihasilkan.

Jumlah kompos yang dihasilkan ± 20% dari bahan = 20% x 278 T = 55,2 T. Kompos / hari. Satu tahun hasil kompos = 55,2 x 25 x 12 = 16560 T. Kompos Organik / tahun.

PROSES PRODUKSI PETROGANIK (LANJUTAN)

bahan baku terdiri dari kotoran sapi dan kotoran ayam atau kambing. bahan baku yang terlalu kasar di crusher hingga menjadi halus seperti tepung. bahan baku harus sesuai dengan ketentuan yang berlalu baik itu c - organik C/N Dll..gambar adalah bahan baku kotoran kambing yang sudah kering dan tidak berbau. karena berbentuk bulatan kecil seperti kelereng maka kotoran kambing harus di crusher hingga halus.

bahan baku yang sudah halus di dekatkan ke pan granulator agar dapat dijangkau dengan mudah untuk proses granule selanjutnya. jika hasil granule tidak bagus akan mempengaruhi hasil jadi, jika terlalu kecil maka dalam proses pengayakan setelah di bakar akan terlalu banyak hasil granule yang undersize. begitu juga sebaliknya jika terlalu besar akan menjadi oversize. baik over size atau undersize akan diproses ulang dari awal yaitu di crusher lagi. jika hal itu terjadi tentu saja akan membuat biaya akan membengkak. jadi rugi dwonk...proses pencampuran bahan baku antara lain dua jenis bahan yaitu sapi dan ayam, atau sapi dan kambing dll kemudian kapur dicampurkan, mixtro, suplement dan air. air berfungsi untuk mencampurkan bahan bahan tersebut. jika terlalu banyak air, hasil akan menjadi besar besar, jika terlalu sedikit air maka hasilnya akan lama dan hal itu berarti tidak efisien dalam memanfaatkan waktu. hasil yang dapat dicapai dalam 7 jam dalam proses pencampuran adalah 25 batch. 1 batch kira kira terdiri dari 100 kg sapi,100 kg ayam 45 kg kaptan, 2 liter mixtro 2 liter lebih suplement. akan lebih baik jika hasil granule kemudian diinapkan selama semalam lebih agar tebih kering sehingga dalam proses selanjutnya hasil granule bisa benar benar kering.

setelah hasil granule terlihat lebih kering karena kadar air menurun proses selanjutnya adalah di panaskan. dalam proses tersebut materi yang dimasukkan jangan terlalu banyak atau terlalu sedikit. karena jika terlalu banyak hasilnya akan basah. jika basah maka gulma atau penyakit yang mengganggu tanaman tidak akan mati. jika terlalu sedikit maka hasilnya akan terlalu panas dan bisa terjadi kebakaran pada koveyor outletnya.

kunci dari pembakaran dalam proses dryer adalah keadaan tungku batu bara. kondisi batu bara harus benar benar kering dan tidak terlalu besar, jika terlalu besar akan menyumbat screw. jika tersumbat aliran batu bara jadi tersendat yang mengakibatkan tungku tidak ada bara, sehingga tungku akan mati.jika tungku mati hasil tidak akan tercapai maximal atau hasil jadi akan basah dan proses harus diulang.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU PENGOMPOSAN

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU PENGOMPOSAN

Agar diperoleh hasil pengomposan yang optimal perlu memperhatikan beberapa factor lingkungan yang berpengaruh karena proses ini merupakan proses biologi. Factor yang mempengaruhi laju pengomposan diantaranya ukuran bahan,rasio C/N, kelembabab dan aerasi, temperature, dearajat keasaman, serta mikroorganisme yang terlibat.

  1. ukuran bahan

proses pengomposan akan lebih baik dan cepat bila bahan mentahnya memiliki ukuran yang lebih kecil. Karen aitu, bahan yang ukurannya besar perlu dicacah atau digiling terlebih dulu sehingga ukurannya menjadi lebih kecil.bahan yang lebih kecil akan mudah didekomposisi karena luas permukaannya meningkat dan mempermudah aktivitas mikroorganisme perombak. Namun, ukurannya bahan tersebut jangan terlalu kecil. Ukuran bahan mentah yang terlalu kecil akan menyebabkan rongga udara berkurang sehingga timbunan menjadi lebih mampat dan pasokan oksigen kedalam timbunan akan semakin berkurang. Jika pasokan oksigen berkurang mikroorganisme yang ada didalamnya tidak bisa bekerja secara optimal

  1. Rasio C/N

Rasio C/N merupakan factor paling penting dalam proses pengomposan. Hal ini disebabkan proses pengomposan terantung dari kegiatan mikroorganisme yang membutuhkan karbon sebagai sumber energi dan pembentuk sel, dan nitrogen untuk membentuk sel.

Besarnya nilai C/N tergantung dari jenis sampah. Proses pengomposan yang baik akan menghasilkan rsio C/N yang ideal sebesar 20 – 40, tetapi rasio paling baik adalah 30.

Jika rasio C/n tinggi, aktivitas mikroorganisme akan berkurang. Selain itu diperlukan beberapa siklus mikroorganisme untuk menyelesaikan degradasi bahan kompos sehingga waktu pengomposan akan lebih lama dan kompos yang dihasilkan akan bermutu rendah.

Jika rasio C/N terlalu rendah (kurang dari 30) kelebihan nitrogen (N) yang tidak dipakai oleh mikroorganisme tidak dapat diasimilasi dan akan hilang memlaui volatisasi sebagai ammonia atau terdenitrifikasi.

Table komposisi karbon © dan nitrogen (N) pada beberapa bahan Organik.


Jenis bahan

Rasio C/N (g/g)

Kadar air (%)

Jumlah C (%)

Jumlah N (%)

Potongan kertas

20

85

6

0,3

Gulma

19

85

6

0,3

Daun

60

40

24

0,4

Kertas

170

10

36

0,2

Limbah buah

35

80

8

0,2

Serbuk gergaji

450

80

8

0,5

Kotoran ayam

7

15

34

0,08

Sekam kandang

10

20

30

4,3






Jerami padi

100

10

25

2,5

Kotoran sapi

12

50

36

0,4

Urin manusia





Limbah makanan

15

80

8

0,5


Campuran dari beberapa bahan yang disebutkan pada table diatas dapat dihitung nilai rasio C/N –nya dengan contoh perhitungan sebagai berikut.


C/N =( ∑AxgC /100gA) + (∑xgC100gB) + …..

_______________________________

( ∑AxgN/ 100gA) + (∑BxgN/100gB) + …

contoh;

  1. potongan kertas yang dicampur dengan serbuk gergaji dengan perbandingan 12:1 memiliki rasio C/N sebagai berikut:

C/N = (12x6) + (1x34)

_______________

(12x0,3)+(1x0,08

  1. kelembaban dan Aerasi

Mikroorganisme yang berperan dalam pengomposan melakukan aktivitas metabolisme diluar sel tubuhnya. Sementara itu reaksi biokimia yang terjadi dalam selaput airtersebut membutuhkan oksigen dan air. Karena itu dekomposisi bahan organic sangat tergantung dari kelembaban lingkungan dan oksigen yang diperoleh dari rongga udara yang terdapat diabtara partikel bahan yang dikomposkan.

Dekomposisi secara aerobic dapat terjadi pada kelembaban 30 -100% dengan pengadukan yang cukup.

Secara umum, kelembaban yang baik untuk berlangsungnya proses dekomposisi secara aerobic adalah 50 -60 % dengan tingkat terbaik 50 %. Namun sebenarnya kelembaban yang baik pada pengomposan tergantung dari jenis bahan organic yang digunakan dalam campuran bahan kompos. Nilai kelembaban bahan kompos yang ideal untuk beberapa bahan dapat dilihat pada table


Table Kelembaban ideal pengomposan beberapa jenis bahan organic


Jenis Bahan

Kelembaban

Jerami

75 – 85

Kayu

75 -90

Kertas

55 – 65

Limbah basah

50 – 60

Sampah kota

55 – 65

Pupuk kandang

55 -65

Kisaran kelembaban kompos yang baik harus dipertahankan karena jika tumpukan bahan terlalu lembab, proses pengomposan akan terjadi lebih lambat.

kelebihan kandungan air akan menutupi rongga udara dalam tumpukan bahan kompos sehingga kadar oksigen yang ada didalam tumpukan bahan kompos akan berkurang (kadar oksigen yang baik 10 – 80% namun jika tumpukan terlalu kering proses proses pengoposan akan terganggu karena mikroorganisme perombak sangat membutuhkan air sebagai tempat hidupnya. Mikroorganisme yang berperan dalam pengomposan memerlukan oksigen. Bahan organic yang ditimbun akan mengalami dekomposisi dengan cepat jika berada dalam keadaan aerob. Aerasi yang tidak seimbang akan menyebabkan bau busuk dari gas yang banyak mengandung belerang.

  1. temperature pengomposan

proses pengomposan akan berjalan dengan baik jika bahan berada dalam temperature yang sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme perombak. Tempertur optimum yang dibutuhkan mikroorganisme untuk merombak bahan adalah 35-55 derajat Celsius. Namun setiap kelompok mikroorganisme memiliki temperature optimum pengomposan merupakan integrasi dari berbagai jenis microorganisme yang terlibat.

Pada pengomposan secara aerobic akan terjadi kenaikan temperature yang cukup cepat selama 3 -5 hari pertama dan temperature tersebut merupakan yang terbaik bagi pertumbuhan microorganisme.pada kisaran temperature ini mikroorganisme dapat tumbuh tiga kali lipat dibandingkan dengan temperature yang kurang dari 55 derajat selsius.selain itu pada temperature tersebut enzim yang dihasilkan juga paling efektif mengurai bahan organic. Penurunan rasio C/N juga dapat berjalan dengan sempurna.

Temperature yang tinggi berperan untuk membunuh mikroorganisme pathogen (bibit penyakit) menetralisir bibit Mycobacterium tuberculosis biasa nya akan rusak pada hari ke 14 pada suhu 65 derajat Celsius. Virus volio akan mati jika berada pada temperature 54 derajar selsius selama 30 menit. Salmonella akan menjadi tidak aktif jika berada pada temperature 60 derajat Celsius pada waktu 60 menit. Ascaris lumbricoides, cacing beracun yang ditemukan pada saluran pencernaan babi akan terbunuh pada temperature 60 derajat selsius dalam waktu 60 meit proetein microorganisme yang mati ini akan digumpalkan. Karena itu keadaan tetemperatur yang tinggi perlu dipertahankan minimum 15 hari berturut turut.

Untuk mempertahankan temperature pengomposan perlu diperhatikan ketinggian tumpukan bahan mentah.

Ketinggian tumpukan yang baik adalah 1 – 1,2 dan tinggi maximum adalah 1,5 – 1,8 m. tumpukan bahan yang terlalu rendah akan membuat bahan lebih cepat kehilangan panas sehingga temperature yang tinggi tidak akan tercapai. Selain itu,microorganisme pathogen tidak akan mati dan proses dekomposisi oleh mikroorganisme termofilik tidak akan tercapai. Jika timbunan yang dibuat terlalu tinggi akan menyebabkan pemadatan pada bahan dan temperature pengomposan menjadi terlalu tinggi.

Pengomposan pada bahan yang memiliki rasio C/N tinggi seperti jerami padi atau jerami gandum peningkatan temperature tidak dapat melebihi 52 derajat Celsius. Keadaan ini menunjukkan bahwa peningkatan temperature juga tergantung dari tipe bahan yang digunakan.

  1. derajat keasaman (pH) Pengomposan

kisaran pH kompos yang optimal adalah 6,0 – 8,0 derajat keasaman bahan pada permulaan pengomposan umumnya asam sampai dengan netral (pH 6,0 – 7,0) derajat keasaman pada awal proses pengomposan akan mengalami penurunan karena sejumlah mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan mengubah bahan organic menjadi asam organic. Pada proses selanjutnya, mikroorganisme, dari jenis yang lain akan mengkonversi asam organic yang telah terbentuk sehingga bahan memiliki derajat keasaman yang tinggi dan mendekati netral.

Seperti factor lainnya derajat keasaman perlu dikontrol selama proses pengomposan berlangsung. Jika derajat keasaman terlalu tinggi atau terlalu basa konsumsi oksigen akan semakin naik dan akan memberikan hasil yang buruk bagilingkungan. Derajat keasaman yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan unsure nitrogen dalam bahan kompos berubah menjadi ammonia (NH3) sebaliknya dalam keadaan asam (derajat keasaman rendah) akan menyebabkan sebagian mikroorganisme mati.

Derajat keasaman yang terlalu tinggi dapat diturunkan dengan menambahkan kotoran hewan, urea, atau pupuk nitrogen. Jika derajat keasaman terlalu rendah bisa ditingkatkan dengan menambahkan kapur dan abu dapur kedalam bahan kompos.

  1. Mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan

Mikroorganisme merupakan factor terpenting dalam proses pengomposan karena mikroorganisme ini yang merombak bahan organic menjadi kompos. Beberapa ratus spesies mikroorganisme,terutama bakteri,jamur dan actinoycetes berperan dalam proses dekomposisi bahan organic. Sebagian besar dari mikroorganisme yang melakukan dekomposisi berasal dari bahan organic yang digunakan dan sebagian lagi berasal dari tanah.pengomposan akan berlangsung lama jika jumlah mikroorganisme pada awalnya sedikit. Populasi mikroorganisme selama berlangsungnya perombakan bahan organic akan terus berubah. Mikroorganisme ini dapat diperbanyak dengan menambahkan starter atau activator.

Pada proses pengomposan dikenal adanya inokulan (starter atau activator) yaitu bahan yang terdiri dari enzim, asam humat bahan dan mikroorganisme seperti kultur bakteri.

Berdasarkan kondisi habitatnya, terutama temperature, mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan terdiri dari 2 golongan, yaitu mesofilik dan termofilik. Mikroorganisme mesofilik adalah mikroorganisme yang hidup pada temperature rendah (10 – 45 derajat Celsius) mikroorganismetermofilik adalah mikroorganisme yang hidup pada temperature tinggi (45 – 65 derajat Celsius) pada temperature tumpukan kompos kurang dari 45 proses pengomposan dibantu oleh mesofilik sedangkan ketika temperature tumpukan berada pada 65 organisme yang berperan adalah termofilik.

Dilihat dari fungsinya mikroorganisme mesofilik berfungsi untuk memperkecil ukuran partikel bahan organik sehingga luas permukaan bahan bertambah dan mepercepat pengomposan. Sementara itu, bakteri termofilik yang tumbuh dalam waktu terbatas berfungsi untuk mengkonsumsi karbohidrat dan protein sehingga bahan kompos dapat terdegradasi dengan cepat.

Table standard kualitas kompos asosiasi barak kompos jepang

parame ter

standar

Bahan organic

Lebih besar 70%

Total N

Lebih besar 1,2%

Rasio C/N

Lebih kecil 35

P2O5

Lebih besar 0,5%

K2O

Lebih besar 0,3%

pH

5,5 – 7,5

KTK

Lebih besar 70 meq/100g

Uji benih

Dapat diterima


Keterangan:

Uji benih yang dapat diterima benih tomat, mentimun, dan lobak.


pembuatan kompos dengan cacing

cacing dapat digunakan untuk mempercepat proses pengomposan. metode ini dikenal dengan vermikomposting. metode ini lebih efektif debanding dengan metode pengomposan yang hanya mengandalkan bakteri pengurai yang ada didalam bahan kompos. pada pengomposan ini bakteri pengurai tetap berperan dalam proses penguraian bahan kemudian proses penguraian selanjutnya dilakukan oleh cacing. beberapa keuntungan penggunaan cacing dalam proses pengomposan adalah:
1. karena berlangsung secara aerobik,proses pengomposan tidak menimbulkan bau busuk seperti pengomposan pada umumnya.
2. waktu pengomposan menjadi lebih cepat
3. kotoran cacing (kascing) yang dihasilkan dapat dijadikan pupuk organik karena mengandung unsur hara makro yang dibutuhkan tanaman dan mudah diserap.

jenis cacing tanah yang biasa digunakan adalah Lumbricus rubellus (kayak nama temennya asterix..hehehe) cacing jenis ini dapat hidup dalam populasi yang padat.cacing banyak ditemukan dibawah timbunan daunan atau timbunan kotoran ternak.cacing ini tidak dapat hidup jauh didalam tanah seperti cacing lainnya tetapi lebih sering hidup dilapisan atas yang mendekati permukaan tanah. cacing dewasa pada umur 7 minggu dan bertelur pada umur 8 minggu.seekor cacing dewasa dapat menghasilkan 2 telur perminggu dan setiap telur dapat menetaskan 2 -3 ekor cacing.
ciri ciri cacing lumbrikus adalah sbb:
1. bagian atas tubuhnya berwarna kecoklatan atau merah ungu,sedangkan permukaan bawah tubuhnya berwarba pucat
2. menempati tanah lapisan atas, tetapi kawin dan bertelur didalam tanah
3. panjang 60 -150 mm dan diameter 4-6 mm
4.mencapai dewasa pada umur 179 hari dengan masa hidup 682 - 719 hari
5. dapat menghasilkan 79 - 106 kokon pertahun perekor

pemilihan bahan dan persiapan
bahan yang dapat digunakan untuk membuat kompos dengan bantuan cacing adalah bahan yang berserat tinggi spt jerami,batang pisang sabut kelapa dan kertas. setelah dipilih bahan tersebut diangin anginkan selama 2-3 minggu selama proses tsb pembalikan dan penyiraman bahan kompos dilakukan sebanyak 2 kali agar dicapai temperatur yang homogen dan tidak panas.setelah itu bahan kompos diletakkan dalam kantong plastik atau pada bedengan kayu yang dilapisi plastik.

memasukkan cacing
setelah dimasukkan kedalam plastik, bahan kompos diberi cacing.cacing dipelihara selama 6 minggu dengan memberikan pakan setiap 3 hari sekali.pakan yang diberikan bisa berupa sayuran yg digiling atau kotoran ternak.plastik penampung 1000 - 5000 ekor cacing dan 30 -40 kg media dan bahan makanan.

pemanenan
pemanenan dilakukan setelah seluruh bahan habis dimakan cacing dan tampak butiran kotorancacing pada bahan. pemanenan dapat dilakukan dengan menumpuk bahan spt gundukan.dengan cara ini cacing akanberpindah ke dasar gundukan untuk menghindari panas matahari. setelah dipanen produk yang dihasilkan dikeringkan kemudian diayak. pengayakan dilakukan untuk memisahkan bahan yang terlalu besar serta mengambil cacing dan telur cacing. cacing yang sudah dupakai dapat dimasukan kedalam media baru atau dijual untuk pakan ternak/ikan.